Fatwa
oleh : Prof. Dr. Ali Gomah
Pertanyaan
: Hukum Qunut Dalam Shalat Subuh
Jawaban
:
Masalah qunut dalam shalat subuh termasuk masalah fiqhiyyah
far’iyyah
yang tak sepantasnya menyebabkan kaum muslim terpecah belah dan
saling bermusuhan. Mengenai penjelasan dari masalah ini, para pakar
hukum Islam telah berbeda pendapat; ulama Syafi’iyyah dan
Malikiyyah mengklaim kesunnahannya, sedang ulama Hanafiyyah serta
Hanabilah berpendapat tidak ada qunut dalam shalat subuh.
Imam
an-Nawawi berkata, “Ketahuilah bahwa qunut itu -menurut kami-
disyariatkan dalam shalat subuh, dan hukumnya sunnah
muakkadah,
hal itu berdasarkan hadits yang diriwayatakan oleh Anas bin Malik Ra,
“Rasulullah tak henti-hentinya melakukan qunut di dalam shalat fajr
(subuh) sampai beliau meninggalkan dunia.” (Musnad
Imam Ahmad, Vol. III, Hal. 162)
Para
ulama berkata, “Jika seseorang meninggalkannya maka shalatnya tidak
batal, hanya saja dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi,
baik meninggalkannya secara sengaja ataupun tidak.”
Qunut
dilakukan setelah berdiri dari ruku’ pada rakaat kedua shalat
subuh. Apabila seseorang melakukan qunut sebelum ruku’, maka
qunutnya tersebut tidak dianggap menurut pendapat yang ashah,
dan sebaiknya dia mengulangi kembali qunutnya setelah melakukan
ruku’, kemudian melakukan sujud sahwi.”
Banyak
pendapat dan praktek yang dinukil dari beberapa sahabat dan tabi’in
mengenai hukum qunut. Diantaranya pendapat Ali bin ziyad yang
mengatakan wajibnya qunut dalam shalat shubuh, sehingga orang yang
tidak mengerjakan akan berakibat fasadnya
shalat. Qunut boleh dilakukan sebelum atau sesudah ruku’ pada
rakaat kedua, namun sunnah yang lebih afdal,
qunut
dilaksanakan sebelum ruku’ dan setelah membaca surat, tanpa adanya
takbir sebelumnya. Sebab hal ini bisa memberi kesempatan kepada
makmum masbuq,
dan supaya tidak memisahkan antara qunut dengan dua rukun shalat,
serta seperti itulah yang dilakukan oleh Umar Ra dengan disaksikan
oleh para sahabat.
Abdul
Wahab al-Bagdadi berkata, “Diriwayatkan dari Abi Raja’
al-‘Atharidy, beliau berkata, “Pada mulanya qunut dilaksanakan
setelah ruku’, kemudian Umar merubahnya menjadi sebelum ruku’,
agar seorang makmum bisa menyusul. Diriwayatkan pula bahwa kaum
Muhajirin dan Anshar memintanya kepada Utsman, kemudian Utsman
menjadikannya sebelum ruku’, karena di situ terdapat faidah
yang tak bisa didapat jika qunut dilaksanakan setelah ruku’, yaitu
semakin lamanya berdiri, sehingga makmum yang telat bisa menyusul,
dan juga dikarenakan qunut membuat berdiri semakin lama, sedang
sebelum ruku’ lebih pantas untuk lebih lama, apalagi dalam shalat
subuh.”
Dalam
masalah qunut pendapat asy-Syafi’iyyah lebih unggul, disebabkan
dalil-dalinya yang kuat, seperti dibawah ini :
- Riwayat Abu Hurairah Ra, beliau berkata, “Rasulullah ketika mengangkat kepalanya dari ruku’ dalam shalat subuh pada rakaat kedua, beliau berdoa dengan doa اللهم اهدني فيمن هديت ...... الخ
lalu
Imam al-Baihaqi menambahinya dengan فلك
الحمد على ما قضيت,
juga ditambah oleh Imam ath-Thabrany dengan ولا
يعز من عاديت
.
(HR.
Hakim dalam al-Mustadrak, Vol. 4, Hal. 298)
- Hadits riwayat Anas bin Malik yang telah disebutkan sebelumnya, “Tak henti-hentinya Rasulullah melakukan qunut dalam shalat subuh sampai beliau meninggalkan dunia.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, Vol. 3, Hal. 162)
Anas
bin Malik pun pernah ditanya, “Apakah Rasulullah melaksanakan qunut
dalam shalat subuh?” Beliau menjawab, “Iya.” Kemudian ditanya
kembali, “Sebelum ruku’ atau sesudahnya?” “Setelah ruku',”
jawab beliau. (HR.
Muslim, Vol. 1, Hal. 386)
- Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, beliau berkata, “Demi Allah, saya adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan Rasulullah Saw.,” Abu Hurairah melakukan qunut pada rakaat terakhir dalam shalat subuh setelah beliau mengucapkan سمع الله لمن حمده kemudian mendoakan orang-orang mukmin dan melaknat orang-orang kafir. (HR. al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra, Vol. 1, Hal. 277)
- Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Rasulullah mengajarkan kepada kita sebuah doa yang kita baca dalam qunut shalat subuh :
اللهم
اهدنا فيمن هديت وعافنا فيمن عافيت وتولنا
فيمن توليت وبارك لنا فيما أعطيت وقنا شر
ما قضيت إنك تقضي ولا يقضى عليك إنه لا
يذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت.
- Dalam suatu hadits disebutkan, “Ketika Rasulullah mengangkat kepalanya dari ruku’ pada rakaat kedua dalam shalat subuh, beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa dengan doa berikut : اللهم اهدني فيمن هديت.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Ketika Rasulullah mengangkat kepalanya dari ruku’ di rakaat akhir dalam shalat subuh, beliau melakukan qunut.” (HR. al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra, Vol. 1, Hal. 210)
Mengenai
lafaz qunut, yang menjadi pilihan adalah apa yang telah diriwayatkan
oleh al-Hasan bin Ali Ra., beliau berkata, “Rasulullah
mengajarkanku beberapa kalimat yang aku ucapkan dalam shalat witir,
اللهم
اهدني فيمن هديت وعافني فيمن عافيت وتولني
فيمن توليت وبارك لي فيما أعطيت وقني شر
ما قضيت فإنك تقضي ولا يقضى عليك وإنه لا
يذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت.
Para
ulama menambahkan ولا
يعز من عاديت
sebelum
تباركت
ربنا وتعاليت,
dan
setelahnya فلك
الحمد على ماقضيت أستغفرك وأتوب إليك.
Imam
an-Nawawi di dalam kitab ar-Raudhah berkata, “Ashabuna
mengatakan, “Tak masalah dengan tambahan seperti ini.” Abu hamid,
al-Bandanijy dan lainnya mengatakan, “Itu disunnahkan.” (Dinukil
oleh ar-Ramli dalam Nihayat al-Muhtaj, Vol. 1, Hal. 503)
Setelah
selesai doa ini juga disunnahkan untuk mengucapkan,
اللهم
صل على محمد وعلى آل محمد وسلم
Ini
menurut pendapat yang shahih dan masyhur.
Disunnahkan
juga qunut dengan lafaz berikut,
اللهم
إنا نستعينك ونستغفرك ونؤمن بك ونتوكل
عليك ونخضع لك ونخلع ونترك من يكفرك اللهم
إياك نعبد ولك نصلي ونسجد وإليك نسعى
ونحفد ونرجو رحمتك ونخاف عذابك إن عذابك
الجد بالكفار ملحق.
Dari
uraian di atas, bisa kita lihat keunggulan madzhab Syafi’i, yang
mengatakan bahwa qunut dalam shalat subuh adalah sunnah. Disunnahkan
bagi orang yang meninggalkannya untuk bersujud sahwi
sebagai pengganti. Namun, meninggalkannya tidak berakibat shalatnya
fasad
(batal).
Wallahu
A’lam.
Sumber : al-Bayan al-Qawim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar