Pertanyaan:
Apa hukum membaca Al-Quran untuk orang mati, baik sebelum atau
setelah dikubur? yang dianggap oleh sebagian orang sebagai bid’ah?
Jawaban:
Perintah syariat untuk membaca Al-Quran disampaikan secara mutlak.
Menurut kaidah yang telah baku, hal yang mutlak mencakup semua waktu,
tempat, individu, dan semua kondisi, tidak diperbolehkan membatasinya
kecuali dengan dalil. Jika tidak demikian, maka dianggap sebagai
ibtida’ (membuat sesuatu yang baru) dalam agama, dengan
mempersempit apa yang telah dilonggarkan oleh Allah Swt.
Dengan
demikian, membaca Al-Quran untuk orang meninggal, baik sebelum, saat
dikubur atau setelahnya merupakan sesuatu yang disyariatkan.
Berdasarkan pada keumuman dalil nash yang menunjukkan disyariatkannya
membaca al-Quran. Dan diperkuat dengan hadis-hadis Nabi Saw., juga
ucapan para ulama salaf yang khusus menjelaskan hal ini. Dalil-dalil
tersebut disebutkan oleh Imam Abu Bakar Al-Khilal Al-Hanbaly (w. 311
H.) dalam bab 'membaca Al-Quran di pemakaman' di kitab Al-Jami.
Hal serupa disebutkan oleh Al-Hafidz Syamsuddin bin Abdul Wahid
Al-Maqdisy Al-Hanbaly dalam buku yang dikarang khusus membahas
masalah ini, juga oleh Imam Al-Qurthuby (w. 671 H.) dalam kitab
At-Tadzkirah fi Ahwal Al-Mawta wa Umur Al-Akhirah, Al-Hafiz
As-Suyuthy As-Syafii (w. 911 H.) dalam Syarh As-Shudur bi Syarhi
Hal Al-Mawta wa Al-Qubur, serta Al-Hafiz As-Sayyid Abdullah bin
As-Shiddiq Al-Ghamrawy dalam kitab Taudhih Al-Bayan Li Wushul
Tsawab Al-Quran, dan sejumlah ulama lain yang mengarang tentang
hal ini.
1.
Di antara hadis-hadis sahih yang menjelaskan hal ini adalah :
Riwayat
Abdurrahman bin Al-'Ala' bin Al-Lajlaj, dari bapaknya. Beliau
berkata, “Ayahku – Al-Lajlaj Abu Khalid – berkata kepadaku,
wahai anakku! Jika aku meninggal, buatkan untukku liang kubur. Ketika
kau letakkan diriku di dalam liang kubur, ucapkanlah “Bismillah
wa 'ala millati Rasulillah” kemudian letakkan dengan perlahan,
lalu bacalah di atas kepalaku awal dan akhir surat al-Baqarah, karena
aku mendengar Rasulullah Saw mengatakan hal itu.”
Hadis
ini diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir.
Al-Haitsami berkata, “Para perawinya adalah orang-orang yang tsiqah
(terpercaya).”
Hadis
ini juga diriwayatkan secara mauquf (disandarkan pada sahabat)
dari Ibnu Umar Ra. seperti yang disebutkan oleh Al-Khilal dalam
bagian tentang 'membaca Al-Quran di pemakaman', dan oleh Imam
Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, serta oleh ulama lainnya.
Hadis ini dinilai hasan oleh Imam An-Nawawi dan Ibnu Hajar.
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar Ra, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah
Saw bersabda, jika seorang di antara kalian meninggal, janganlah
kalian tahan dia. Segerakanlah untuk dikubur. Bacalah surat
Al-Fatihah di atas kepalanya, dan akhir surat al-Baqarah di atas
kakinya di dalam kuburnya.”
Hadis
ini diriwayatkan oleh At-Thabrani dan Al-Baihaqi dalam Syu'ab
Al-Iman dengan sanad yang hasan, seperti yang dikatakan
oleh Al-Hafizh dalam Fath Al-Bari. Pada riwayat lain digunakan
redaksi 'awal surat al-Baqarah' sebagai ganti dari
'Al-Fatihah'.
Masih
terdapat banyak hadis lain mengenai masalah ini, akan tetapi
sanad-nya lemah. Diantaranya :
Hadis
Ali bin Abi Thalib Ra, beliau meriwayatkan dari Nabi Saw bersabda,
“Siapa yang melewati pemakaman dan membaca surat
al-ikhlas sebanyak sebelas kali, lalu menghadiahkan pahalanya
kepada para mayit, maka dia akan diberi pahala senilai banyaknya
orang yang meninggal .” Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Khilal
dalam 'Al-Qiraah 'ala Al-Qubur' dan juga oleh As-Samarqandy
dalam Fadhail Qul huwa Allah Ahad, serta oleh As-Salafy.
Kemudian
hadis Abu Hurairah Ra, beliau berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,
“Siapa yang masuk ke pemakaman dan membaca Al-Fatihah, Al-Ikhas,
dan At-Takatsur lalu berdoa, 'Ya Allah, sungguh telah aku hadiakan
pahala dari firman-Mu yang aku baca ini untuk orang mukmin dalam
makam ini', maka mereka (ahli kubur-pen.) akan menjadi penolongnya di
hadapan Allah Swt.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Al-Qasim
Az-Zanjani dalam Fawaid-nya.
Kemudian
hadis Anas Ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang masuk
ke pemakaman dan membaca surat Yasin, maka Allah akan meringankan
mereka dan dia akan mendapat kebaikan senilai banyaknya mayit di
pemakaman itu.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abd Al-Aziz sahabat
dari Al-Khilal.
Al-Hafizh
Syamsuddin bin Abdul Wahid Al-Maqdisy Al-Hanbaly dalam salah satu
bagian di kitab yang beliau karang untuk membahas masalah ini
mengatakan, “Walaupun hadis-hadis ini dhaif (lemah), akan tetapi
seluruhnya menunjukkan bahwa masalah ini memiliki dasar landasan.
Orang muslim di semua kota dan di semua masa tak henti-hentinya
berkumpul dan membacakan (Al-Quran dll-pen.) untuk dihadiahkan kepada
orang yang telah meninggal, tanpa ada yang menentang. Maka, hal ini
dianggap sebagai ijma.”
2.
Hadis tentang membacakan surat Yasin untuk orang yang sudah
meninggal terdapat dalam riwayat Ma'qil bin Yasar Ra., dari Nabi Saw.
bersabda, “Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang
sudah meninggal di antara kalian.” Hadis ini
diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Disahihkan oleh
Ibnu Hibban dan Al-Hakim.
Imam
Al-Qurthuby berkata dalam At-Tazkirah, “Hadis ini ada
kemungkinan bahwa pembacaan untuk mayit adalah saat kematiannya, dan
kemungkinan juga setelah dikubur.”
Al-Hafizh
As-Suyuthi dalam Syarh As-Shudur mengatakan, “Mayoritas
ulama memilih kemungkinan yang pertama seperti dijelaskan dalam awal
kitab. Ibnu Abdul Wahid – dalam juz yang telah disebutkan
sebelumnya – memilih kemungkinan kedua. Namun, Al-Muhibb At-Thabari
dari kalangan mutaakhirin memilih dua kemungkinan tersebut.”
Imam
Ibnu Hajar Al-Haitamy dalam Al-Fatawa mengatakan, “Ibnu
Ar-Rif'ah dan ulama lain mengambil zahir-nya hadis. Mereka
diikuti oleh Az-Zarkasyi dan berkata, “Dengan mengikut pendapat
yang memperbolehkan menggunakan lafazh dengan makna hakiki dan
majazinya, maka mengatakan sunah membacakan al-Quran untuk mayit
dalam dua kondisi tersebut (sebelum dan setelah dikubur-pen.) tidak
dianggap sebagai pendapat yang jauh dari benar.”
3.
Disyariatkan untuk membacakan surat al-Fatihah untuk orang yang
meninggal, dikarenakan Al-Fatihah memiliki keistimewaan dalam
memberikan manfaat pada mayit, memintakan rahmat dan ampunan
untuknya, yang tidak dimiliki oleh surta-surat lain. Sebagaimana
dalam hadis Ubadah bin As-Shamit Ra berkata, Rasulullah Saw bersabda,
“Ummul Quran (Al-Fatihah) bisa menggantikan surat lain, akan
tetapi surat lain tidak bisa menggantikannya.” Hadis ini
diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dan disahihkan oleh Al-Hakim. Imam
Bukhari menjadikannya dalam bab tersendiri dalam Sahih-nya
dengan berkata, “Bab tentang membaca surat Al-Fatihah untuk
jenazah”. Hal ini mencakup di dalam dan di luar shalat jenazah.
Dari
berbagai hadis, sebagian menunjukkan bahwa Al-Fatihah dibaca dalam
shalat jenazah. Hadis lain menunjukkan bahwa Al-Fatihah dibaca ketika
menguburkan dan juga setelahnya, seperti hadis Ibnu Umar Ra yang
telah disebutkan sebelumnya oleh At-Thabrani dan ulama lainnya. Ada
juga hadis lain yang menunjukkan agar membacanya untuk mayit secara
mutlak dalam segala kondisi, seperti hadis Ummu Afif Al-Hindiyyah Ra.
berkata, “Kami berbaiat kepada Rasulullah Saw. ketika beliau
membaiat kaum perempuan, beliau melarang mereka untuk berbicara
kepada lelaki selain mahram, dan beliau memerintahkan kita untuk
membacakan Al-Fatihah untuk orang yang sudah meninggal.” Hadis ini
diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir. Dan
juga hadis Ummu Syuraik Ra berkata, “Rasulullah Saw memerintahkan
kepada kita untuk membacakan surat Al-Fatihah kepada jenazah.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
4.
Mengenai membaca Al-Quran di pemakaman, para ulama juga bersandar
pada hadis Ibnu Abbas Ra, beliau berkata, Nabi melewati dua makam
lalu bersabda, “mereka berdua sedang disiksa, dan mereka
disiksa bukan karena dosa besar.” Kemudian beliau
bersabda, “Benar, satu di antara mereka suka mengadu
domba dan yang satu lagi tidak melindungi (diri dari) kencingnya.”
Beliau berkata, “Kemudian Nabi mengambil kayu yang masih basah,
lalu mematahkannya menjadi dua bagian, menancapkannya ke
masing-masing makam, dan bersabda, “Semoga kayu itu bisa
meringankan siksa mereka selama belum kering.”
Imam
Al-Khatthabi berkata, “Hadis ini menunjukkan disunahkannya membaca
Al-Quran di pemakaman. Hal itu disebabkan karena ketika tasbihnya
pohon saja bisa diharapkan untuk meringankan azab bagi mayit, maka
membaca Al-Quran tentu lebih bisa diharapkan dan lebih besar
berkahnya.”
Imam
Al-Qurthubi dalam At-Tazkirah berkata, “Tentang hukum
membaca Al-Quran di makam, para Ulama berdalil dengan hadis tentang
kayu yang masih basah yang dibelah menjadi dua oleh Nabi Saw. Mereka
mengatakan, “Dari hadis ini bisa diambil kesimpulan boleh menanam
pohon dan membaca Al-Quran di makam. Ketika pohon saja bisa
meringankan mereka, bagaimana dengan bacaan Al-Quran seorang mukmin.”
Beliau mengatakan, “Dari sini para ulama memandang bahwa hukum
ziarah kubur itu sunnah, karena bacaan Al-Quran merupakan hadiah
untuk mayit dari peziarahnya.”
Imam
An-Nawawi dalam Syarh Muslim berkata, “Para ulama menganggap
sunah membaca Al-Quran di pemakaman berdasarkan hadis ini.
Dikarenakan ketika keringanan bisa diharapkan dari tasbihnya pelepah
kurma, maka membaca Al-Quran tentu lebih utama. Wallahu A'lam.”
5.
Nabi Saw shalat jenazah di pemakaman tak hanya sekali, sebagaimana
diriwayatkan dalam Sahihain (Bukhari dan Muslim)
dan lainnya. Sedangkan shalat mencakup pembacaan surat Al-Fatihah,
shalawat kepada Nabi Saw, dzikir dan doa. Apa yang keseluruhannya
boleh, maka sebagiannya pun boleh.
Para
ulama berpendapat bahwa pahala bacaan akan sampai pada mayit
sebagaimana diperbolehkannya menghajikan mayit dan sampainya pahala
haji padanya. Karena haji juga mencakup shalat, dan dalam shalat
terdapat bacaan Al-Fatihah dan yang lainnya. Maka apa yang
keseluruhannya bisa sampai, sebagian darinya pun akan sampai pula.
Maksud yang terakhir ini – walaupun ada sebagian ulama yang
menentang – tapi tidak satu pun ulama yang berbeda pendapat tentang
pembaca, yang memohon pada Allah Swt agar memberikan pahala yang
setara dengan bacaannya, kepada mayit. Sesungguhnya hal itu akan
sampai padanya, insya Allah, karena Dzat Yang Maha Pemurah pasti akan
memberi ketika diminta, dan akan mengabulkan semua doa.
6.
Seperti itulah apa yang dilakukakan oleh orang muslim dari generasi
ke generasi, oleh ulama khalaf yang mengikuti ulama salaf, tanpa ada
yang mengingkari. Inilah yang menjadi pegangan mazhab-mazhab yang
dianut, sampai Al-Hafizh Syamsuddin bin Abdul Wahid Al-Maqdisi
Al-Hanbali menukil adanya ijma mengenai hal tersebut – sebagaimana
keterangan yang lalu. Hal itu juga dinukil oleh Syaikh Al-Utsmani
dalam kitabnya Rahmat Al-Ummat fi ikhtilaf Al-Aimmah. Beliau
menuliskan, “Para ulama sepakat bahwa istighfar, doa, sedekah,
haji, memerdekakan budak bisa memberi manfaat kepada mayit dan
pahalanya bisa sampai padanya, dan membaca Al-Quran di makam hukumnya
sunah.”
Di
antara atsar ulama salaf tentang hal ini adalah
:
Apa
yang diriwayatkan oleh Abu Syaibah dalam Al-Mushannaf, dari
Imam As-Sya'bi Ra, beliau berkata, “Kaum Anshar dulu membaca surat
Al-Baqarah untuk mayit.” Al-Khilal dalam Al-Qiraah 'ala Al-Qubur
meriwayatkan dengan redaksi, “Kaum Anshar dulu ketika ada orang
meninggal, mereka datang ke makamnya dan membaca Al-Quran.”
Al-Khilal
meriwayatkan dari Ibrahim An-Nakha'i Ra., beliau berkata, “Boleh
membaca Al-Quran di pemakaman.”
Beliau
juga meriwayatkan dari Al-Hasan bin As-Shabah Az-Za'farani, beliau
berkata, “Aku bertanya kepada As-Syafii tentang membaca Al-Quran di
makam,” beliau menjawab, “Tidak masalah.”
Al-Khilal
juga meriwayatkan dari Ali bin Musa Al-Haddad, beliau berkata, “Aku
bersama Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Qudamah Al-Jauhari di
hadapan jenazah. Ketika jenazah itu dikuburkan, ada seorang lelaki
kurus duduk sambil membaca di atas makam. Imam Ahmad berkata
kepadanya, “Hai orang ini, sesungguhnya membaca di pemakaman itu
adalah bid'ah.” Ketika kami keluar dari pemakaman, Muhammad bin
Qudamah berkata kepada Ahmad bin Hanbal, “Wahai Abu Abdillah! Apa
yang engkau katakan tentang Mubassyir Al-Halaby?” Beliau menjawab,
“Dia orang yang tsiqah (terpercaya)”. Imam Ahmad bertanya,
“Engkau menulis sesuatu darinya?” Beliau menjawab, “Iya,
Mubassyir meriwayatkan kepadaku dari Abdurrahman bin Al-'Alla bin
Al-Lajlaj dari Ayahnya, bahwasannya beliau berwasiat, ketika
dikuburkan untuk membacakan pembukaan dan penutupan surat Al-Baqarah
di atas kepalanya. Beliau berkata, “Aku mendengar Ibnu Umar Ra
berwasiat seperti itu.” Kemudian Ahmad berkata kepadanya,
“Kembalilah dan katakan kepada orang laki-laki tadi, “Boleh
membaca Al-Quran.”
Beliau
juga meriwayatkan dari Al-Abbas bin Muhammad Ad-Duury, bahwa dia
bertanya kepada Yahya bin Ma'in tentang memabaca di makam, lalu
beliau menceritakan kisah ini.
Para
penganut mazhab yang diikuti menuliskan mengenai hal ini :
Dalam Al-Fatawa Al-Hindiyyah
milik mazhab Hanafi disebutkan, “Ketika mayit telah dikuburkan,
disunahkan bagi peziarah untuk duduk sejenak di makam tersebut
setelah selesai, kira-kira sekadar waktu penyembelihan unta dan
pembagian dagingnya. Dengan membaca dan mendoakan mayit.”
Dijelaskan bahwa perkataan tersebut adalah pendapat Imam Muhammad bin
Al-Hasan Ra., dan para ulama Hanafiyyah mengambil pendapat ini.
Dari
kalangan mazhab Maliki, para ulama muhaqqiqun (ahli)
memperbolehkan hal tersebut dan berpendapat bahwa pahala bacaan akan
sampai pada mayit. Pendapat ini yang dijadikan pegangan oleh ulama
mutaakhirin mereka. Dalam Hasyiah Ad-Dusuqi ala Syarh Al-Kabir
disebutkan, “Pada akhir Nawazil-nya Ibnu Rusyd tentang
pertanyaan dalam ayat :
وأن
ليس للإنسان إﻻ ما سعى
Beliau
menjawab, “Jika seorang membaca dan menghadiahkan pahala bacaannya
kepada mayit, maka hal itu diperbolehkan dan mayit mendapat
pahalanya.”
Ibnu
Hilal dalam Nawazil-nya berkata, “Yang menjadi fatwa ibnu
Rusyd dan yang dipilih oleh lebih dari satu ulama kita di Andalus
adalah bahwa mayit mendapat manfaat dari bacaan Al-Quran dan
manfaatnya bisa sampai kepadanya. Dia juga mendapat pahalanya jika
pembaca menghadiahkan pahalanya kepadanya, dan ini yang menjadi
amalan orang muslim baik di timur maupun di barat. Begitu seterusnya,
berlangsung sejak dahulu.” Kemudian beliau berkata, “Di antara
hal-hal yang mengherankan adalah Izzuddin bin Abdis Salam As-Syafii
datang dalam mimpi (seseorang- pen) setelah beliau wafat, kemudian
beliau ditanya, “Apa yang anda katakan tentang pendapat anda dulu,
yang mengingkari sampainya pahala bacaan yang dihadiahkan kepada
orang yang sudah meninggal?” Beliau menjawab, “Tidak benar,
kenyataannya tidak seperti yang aku duga.”
Dalam
Nawazil As-Shughra milik Syaikh Al-Jamaah Sayyidi Al-Mahdi
Al-Wazani Al-Maliki disebutkan, “Tentang membaca di pemakaman, Ibnu
Rusyd telah menuliskan dalam Al-Ajwibah, dan Ibnu Al-Arabi
dalam Ahkam Al-Quran miliknya, serta Al-Qurthubi dalam
At-Tadzkirah, bahwasannya mayit bisa mendapat manfaat dari
bacaan, baik pembaca membacakannya di makam ataupun di rumah.”
Beliau menukil dari banyak ulama Malikiyyah, seperti Abu Sa'id bin
Lubb, Ibnu Habib, Ibnu Al-Hajib, Al-Lukhami, Ibnu Arafah, Ibnu
Al-Mawaq, dan lainnya.
Dari
kalangan As-Syafiiyyah, Imam An-Nawawy berkata dalam Al-Majmu,
“Para ulama madzhab kami berpendapat, bagi peziarah disunahkan
untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur, dan mendoakan mayit yang
diziarahi serta semua ahli kubur yang ada. Sebaiknya mengucapkan
salam dan doa sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam hadis.
Disunahkan juga untuk membaca sedikit ayat Al-Quran, kemudian
mendoakan mereka. Hal ini dituliskan oleh Imam As-Syafii dan
disepakati oleh murid-murid beliau.”
Dalam
kitab Al-Adzkar beliau berkata, “Disunahkan untuk duduk
sejenak setelah selesai menguburkan selama kadar penyembelihan unta
dan pembagian dagingnya. Para peziarah duduk dengan menyibukkan diri
membaca AL-Quran, mendoakan mayit, memberi nasihat, menceritakan
kisah-kisah orang saleh. Imam As-Syafii dan murid-murid beliau
mengatakan, “Disunahkan untuk membacakan ayat Al-Quran,” mereka
berkata, “Jika mereka bisa mengkhatamkan Al-Quran seluruhnya akan
lebih baik.”
Beliau
berkata dalam Riyadh As-Shalihin, “Imam As-Syafii Ra
berkata, disunahkan untuk membacakan Al-Quran. Jika mereka bisa
mengkhatamkan Al-Quran dihadapannya, itu lebih baik.”
Dari
kalangan Hanabilah juga menjelaskan diperbolehkannya hal ini.
Imam
Al-Mardawi dalam Al-Inshaf berkata, “perkataan Imam Ahmad
(tidak makruh membaca di pemakaman menurut yang paling sahih di
antara dua riwayat) adalah pendapat mazhab. Hal ini disebutkan dalam
Al-Furu', dan dituliskan oleh Imam Ahmad. Pensyarah kitab
tersebut berkata, “Inilah pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad.”
Al-Khilal dan temannya berkata, “Pendapat mazhab cuma satu riwayat,
yaitu tidak makruh, dan inilah yang dipegang oleh mayoritas ulama
madzhab. Di antaranya Al-Qadhi, beliau berpegang pada pendapat ini
dalam Al-Wajiz dan lainnya, dan mendahulukan pendapat ini
dalam Al-Furu', Al-Mughni, As-Syarh, Ibnu Tamim, Al-Faiq, dan
lainnya.
Orang
yang meneliti buku-buku riwayat, biografi dan sejarah akan menemukan
bahwa seperti itulah yang dilakukan oleh ulama salaf, dan diikuti
oleh para ulama berikutnya tanpa ada yang menentang. Termasuk juga
ulama mazhab Hanabilah dan para ahli Hadis. Dalam hal ini, cukuplah
bagi kita riwayat yang disebutkan oleh Al-Hafizh Ad-Dzahabi dalam
Siyar A'lam An-Nubala ketika menyebutkan biografi gurunya,
Ja'far Al-Hasyimi Al-Hanbali (w. 470 H), penganut mazhab Hanbali pada
masanya. Ad-Dzahabi berkata, “Beliau dimakamkan di samping makam
Imam Ahmad. Orang-orang selalu mengunjungi makam beliau. Sampai ada
yang mengatakan, “Di makam beliau ini telah dikhatamkan sebanyak
10.000 khataman.”
Bahkan
Syaikh Ibnu Taimiyah Ra – yang menganggap bahwa membaca Al-Quran di
makam itu adalah bid'ah, menyalahi apa yang menjadi amalan ulama
salaf dan khalaf – oleh ahli sejarah disebutkan dalam biografinya,
bahwa orang-orang berkumpul mengkhatamkan Al-Quran untuk beliau di
makamnya dan juga di rumah-rumah mereka. Sebagaimana yang disebutkan
oleh Ibnu Abdil Hadi Al-Hanbali dan ulama lainnya. “Sejarah adalah
ujian bagi sebuah madzhab,”demikian dikatakan.
Dengan
demikian, membaca Al-Quran untuk dihadiahkan kepada orang-orang yang
sudah meninggal adalah hal yang disyariatkan, berdasarkan dalil-dalil
yang sahih dari Al-Quran dan hadis, yang diamalkan oleh ulama
salaf, dan diikuti oleh ulama-ulama selanjutnya selama berabad-abad
tanpa ada yang menentang. Baik dilakukan ketika sakaratul maut, atau
setelahnya. Ketika shalat jenazah atau sesudahnya. Ketika dikuburkan
atau setelahnya. Siapa yang menganggap bahwa hal itu bid'ah, justru
dia sendiri yang lebih dekat dengan bid'ah. Wallahu A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar