Selasa, 04 Februari 2014

Hukum Berjabat Tangan Seusai Shalat

Fatwa oleh : Prof. Dr. Ali Gomah
Pertanyaan : Apa Hukum Berjabat Tangan Seusai Shalat?
Jawab : Pada dasarnya berjabat tangan itu disunnahkan, imam An-Nawawy berkata, “Ketahuilah bahwa (berjabat tangan) itu sunnah yang telah disepakati (oleh ulama) ketika saling bertemu,” (Fath Al-Bary, 11/55) dan Ibnu Batthal mengatakan, “Pada dasarnya mushafahah (berjabat tangan) itu baik menurut semua ulama.” (Fath Al-Bary, 11/55)

Sudah banyak pakar fikih mazhab yang menetapkan kesunahan berjabat tangan antar kaum lelaki, dengan berlandaskan sejumlah riwayat baik yang shahih maupun hasan. Diantaranya adalah riwayat Ka’b bin Malik Ra. beliau berkata, “Aku masuk masjid, tiba-tiba Rasulullah Saw. berdiri menghampiri Thalhah bin Ubaidillah dengan sedikit lari, sampai beliau menyalami dan memberikan ucapan selamat kepadaku.” (Musnad Ahmad, Bukhari, dan Muslim) Kemudian riwayat Qatadah, beliau berkata, “Aku bertanya pada Anas Ra., ‘Apakah bersalaman sudah ada sejak masa sahabat Nabi?” “Iya,” jawab beliau. (Bukhari dan Ibnu Hibban) Dan riwayat dari ‘Atha bin Abi Muslim Abdillah Al-Khurasany berakata, Rasulullah Saw. Bersabda, “Saling berjabat tanganlah! maka kebencian akan hilang, saling memberi hadiahlah! maka kalian akan saling mencinta dan kedengkian akan hilang.” (Ad-Dailami)
Tentang berjabat tangan setelah shalat, tak ada seorangpun ulama yang mengharamkannya. Justru mereka menganggapnya sebagai kesunahan dan sebagai bid’ah yang hasanah (baik) atau bid'ah yang mubahah (diperbolehkan). Dalam hal ini imam an-Nawawy memerinci dengan mengatakan bahwa apabila seseorang berjabat tangan sebelum melaksakan shalat maka dianggap sebagai sunnah yang hasanah, namun jika sebelumnya sudah berjabat tangan maka dianggap sebagai hal yang mubah (diperbolehkan).” (Al-Majmu, 3/469)
Al-Hashkafy berkata, “Pemutlakan (berjabat tangan) oleh pengarang (at-Tamartasy) dengan mengikut pada ad-Durar, al-Kanz, al-Wiqayah, an-Niqayah, al-Majma, al-Multaqa dan lainnya, memberikan pemahaman boleh berjabat tangan secara mutlak, walaupun setelah shalat ashar. Ucapan ulama yang mengatakan bahwa itu bid’ah maksudnya adalah bid’ah yang hasanah dan mubahah seperti yang dijelaskan oleh imam an-Nawawy dalam Adzkar-nya.” (Ad-Durr Al-Mukhtar beserta Hasyiah Ibn Abidin, Imam Al-Hashkafy, 6/380)
Ibnu Abidin memberikan catatannya, setelah menyebutkan beberapa ulama yang mengatakan kesunahan berjabat tangan secara mutlak, dari ulama Hanafiyyah dengan menuliskan, “Dan itulah yang sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh syarih dari yang dimutlakan pada matan-matan, beliau melandaskan ucapannya ini dengan keumuman nash-nash yang mensyariatkan berjabat tangan.” (Rad al-Mukhtar Ala ad-Durr al-Mukhtar yang dikenal dengan Hasyiah Ibn Abidin, 6/ 381)
Para ulama mengatakan sunah berjabat tangan setelah shalat secara mutlak. At-Thabary melandaskan pada riwayat Ahmad dan Bukhari dari Abi Juhaifah Ra. beliau berkata, “Rasulullah Saw. pada siang hari keluar menuju ke sungai, kemudian berwudhu dan shalat duhur dua rakaat serta ashar dua rakaat, di depan beliau terdapat tombak kecil yang dibelakangnya lewat seorang perempuan, orang-orang pun berdiri dan mereka segera menghampiri tangan beliau, kemudian mengusapkannya ke wajah mereka. Abu Juhaifah berkata, “Aku mengambil tangan beliau dan mengusapkannya ke wajahku. Tangan beliau lebih dingin dari es dan lebih wangi dibanding minyak misik.” (Bukhari) Al-Muhibb at -Thabary berkata, “Beliau senang dengan hal itu, karena sesuai dengan apa yang dipraktekkan oleh orang-orang yaitu berjabat tangan seusai shalat berjamaah, lebih-lebih setelah shalat ashar dan maghrib, jika dibarengi dengan tujuan yang baik seperti ber-tabarruk (mengambil berkah), menjalin rasa sayang dan sebagainya.
Imam Al-‘Izz bin Abdis-Salam, setelah membagi bid’ah menjadi lima macam : wajib, haram, makruh, sunah dan mubah, beliau berkata, “Bid'ah yang mubah memiliki banyak contoh diantaranya, berjabat tangan setelah shalat subuh dan ashar.” (Qawaid Al-Ahkam fi Mashalih Al-Anam, 2/205)
An-Nawawy berkata, “Adapun berjabat tangan yang biasa dilakukan setelah shalat subuh dan ashar, telah dijelaskan oleh Muhammad bin Abdis Salam bahwa itu termasuk bid'ah yang mubah (boleh) dan tidak dianggap makruh ataupun sunah. Ini adalah pendapat yang hasan (baik), sedangkan pendapat yang mukhtar (yang dipilih) adalah jika seseorang sudah berjabat tangan dengan orang yang bersamanya sebelum shalat, maka hukumnya mubah seperti yang telah kami jelaskan, namun jika sebelum shalat belum berjabat tangan maka disunahkan, karena berjabat tangan ketika saling bertemu hukumnya adalah sunah secara ijma’, berdasarkan hadits-hadits shahih yang menerangkan hal tersebut.” (Al-Majmu, 3/469-470)

Dengan penjelasan ini, bisa diketahui bahwa orang yang mengingkari praktek seperti ini, bisa jadi memang belum mengerti atau memang sama sekali tidak memiliki manhaj ilmiah. Wallahu A’lam. 

Sumber : Al-Bayan Al-Qawim 
dimuat di : Ath-Thohiriyyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar